Aku Hamil Anak Ketiga Saat Kondisi Keuangan Pas-pasan, Suamiku Malah Selingkuh Lagi


 Aku seorang full time mommy. Masalah rumah tangga kami berawal saat suami selingkuh untuk pertama kalinya, pada Maret 2020 lalu. Dia selingkuh dengan wanita lebih tua dan sudah bersuami.

Saat itu, aku sangat terpukul dan rasanya hancur banget! Kami terlibat pertengkaran hebat sampai akhirnya, aku minta bercerai. Aku pulang ke rumah orang tua dan membawa dua anak kami. Tapi seminggu kemudian, suami datang ke rumah orang tuaku.

Dia datang baik-baik dan meminta maaf, berjanji mau mengubah semuanya. Karena masih memikirkan anak-anak, aku memaafkan dia dan kami kembali ke rumah kontrakan. Sejak itu, kami mencoba membenahi yang salah agar rumah tangga kami harmonis lagi.

Lalu pada 2021, aku ternyata hamil anak ketiga. Masalah baru pun muncul, keluargaku nggak menerima kenyataan aku hamil lagi. Alasannya karena kedua anak kami masih kecil. Aku juga kaget dan sempat nggak menerima keadaan ini.

Selain karena faktor ekonomi keluarga yang masih pas-pasan, mentalku juga nggak siap untuk mengurus tiga anak sendirian. Tapi, ini adalah rezeki titipan dari Allah. Akhirnya, sebisa mungkin aku ikhlas menerima semua ini.

Tapi, keluargaku tetap nggak terima. Mereka sampai ribut dengan suamiku dan hubungan jadi tidak baik lagi. Aku benar-benar bingung, sebagai istri aku sudah berusaha maksimal untuk jadi penengah. Suamiku bersikeras terhadap argumennya.

Suami selingkuh lagi

Bulan Agustus 2022, aku melahirkan anak ketiga hanya ditemani suami. Keluargaku nggak tahu aku sudah melahirkan dan sampai anak kami berusia 7 bulan, mereka nggak ada yang datang.

Puncaknya saat ini, aku sangat merindukan kedua orang tuaku. Tapi, suami nggak mengizinkan aku bertemu mereka. Aku bingung harus bagaimana, Bunda? Rasanya dada sesak sekali menahan rindu pada mereka.

Ditambah lagi kenyataan pahit, suami main serong lagi dengan wanita lain. Aku mulai lelah, rasanya sudah tak percaya lagi pada dia. Aku ingin pergi, aku sangat lelah dengan keadaan ini, capek, stres harus mengurus tiga anak yang masih kecil.

Suami tak pernah paham kondisi ini. Aku merasa dia nggak pernah menghargai, aku nggak punya tempat untuk pulang. Bahkan, aku nggak punya bahu untuk tempat bersandar. Pada siapa aku mengadu, selain kepada Allah?

Mungkin sekarang aku berada di titik jenuh, seminggu ini selalu menangis, ingin rasanya pergi jauh. Tapi, aku nggak mau meninggalkan anak-anak. Kalau harus pisah dengan suami, aku harus ke mana?

Hubungan kami sekarang makin memburuk, komunikasi makin tidak baik. Aku membatasi diri karena sudah nggak mau mendengar penjelasan dia lagi. Rasanya, semua yang dia katakan itu bohong. Aku nggak merasakan kenyamanan lagi.

Aku juga nggak merasakan perhatian dan pengertian dia lagi. Aku capek dengan semua ini, Bunda. Rasanya ingin menyerah saja! Apa yang harus aku lakukan?

-Bunda R, Bandung-