Berani Jujur, Hebat!

Oleh : Didi Junaedi 


Kejujuran adalah mata uang yang berlaku di mana-mana. Demikian sebuah ungkapan bijak menuturkan. Ya, kejujuran adalah sebuah sikap yang menunjukkan jati diri seseorang yang sebenarnya. Seseorang yang senantiasa bersikap jujur baik dalam ucapan maupun tindakan, meskipun pahit dan beresiko, bisa dipastikan bahwa dia memiliki integritas moral yang baik.


Dalam salah satu sabdanya, Nabi Muhammad Saw. menegaskan, " Hendaklah kalian berlaku jujur, karena kejujuran itu menunjukkan kepada kebaikan, dan kebaikan menunjukkan jalan menuju surga." ( H.R. Bukhari)


Islam sangat menjunjung tinggi kejujuran. Dalam Islam, sikap jujur (shidiq) bahkan menjadi salah satu sifat mutlak seorang Nabi atau Rasul. Orang-orang yang berlaku jujur (shiddiqin), dalam al-Quran disandingkan dengan para Nabi, orang-orang yang mati syahid (syuhada) dan orang-orang sholih.


Sebaliknya, kebohongan adalah awal dari sebuah kehancuran. Seseorang yang sudah biasa berbohong, baik dalam ucapan maupun tindakan, pada hakekatnya tengah menjerumuskan dirinya dalam kehinaan. Dia sedang menggali kuburnya sendiri. Karena, serangkaian tindak kebohongan yang dia lakukan, lambat laun pasti akan terbongkar juga. Ibarat kata, sepandai apa pun seseorang menyembunyikan bangkai, lama kelamaan akan tercium juga baunya.


Kalau kita lihat dan amati kondisi saat ini, tampaknya kejujuran sudah menjadi barang langka. Demi menjaga citra diri di hadapan publik, dengan dalih gengsi, karena alasan ingin di’anggap’ oleh orang lain, seringkali manusia-manusia modern dewasa ini tidak jujur pada diri sendiri, lebih-lebih kepada orang lain. Mereka lebih senang memakai topeng, daripada menunjukkan wajah aslinya. Padahal, semakin lama topeng-topeng tersebut mereka kenakan, semakin jauh mereka dari jati diri mereka sesungguhnya. Dan, hakekatnya semakin menyiksa diri mereka sendiri karena harus hidup dalam kepura-puraan.


Orang-orang yang ingin dianggap sebagai orang kaya, misalnya, padahal kenyataannya bertolak belakang dengan kehidupan mereka sesungguhnya, akan bersikap dan bertindak seolah-olah sebagai orang kaya. Semakin dia memaksakan diri mengikuti gaya hidup orang kaya, semakin tersiksa pikiran dan jiwanya. Karena dia harus berpikir keras bagaimana dapat memenuhi tuntutan seolah-olah menjadi orang kaya.


Para pedagang, yang hanya menjalankan usaha atau bisnisnya dengan tujuan komersial, yakni menangguk untung sebanyak-banyaknya dengan menghalalkan segala cara, tanpa mengindahkan nilai-nilai moral (agama), akan sangat mudah berlaku tidak jujur alias berbohong. 


Para politisi yang hanya memenuhi ambisi mereka untuk meraih kekuasaan, tanpa risih dan tidak malu lagi berbohong kepada publik dengan mengumbar janji manis pada saat kampanye. Ketika tiba waktunya menduduki kursi empuk kekuasaan, janji-janji manisnya pun berubah menjadi janji busuk yang tak pernah diwujudkan.


Para pejabat publik, demi memenuhi pundi-pundi kekayaanny, seringkali melakukan tindak kebohongan; korupsi, kolusi, penyalahgunaan wewenang dan jabatan, menjadi hal yang dianggap lumrah.


Para akademisi, kaum intelektual, demi memenuhi persyaratan angka kredit untuk kenaikan pangkat mereka, tidak jarang melakukan perilaku tak terpuji; plagiarisme, data fiktif, serta tindak kecurangan lainnya, yang dianggap bisa untuk memuluskan kariernya.


Bagaimana pun, kebohongan yang sudah terlanjur mereka lakukan, jika tidak segera mereka sadari dan hentikan, akan terus merongrongnya sampai kapan pun. Pada gilirannya akan menjerumuskan mereka pada kesengsaraan dan penderitaan. Penjara dunia sudah menanti orang-orang yang berlaku tidak jujur. Penjara akhirat juga sudah siap menampung mereka, jika mereka tidak segera bertobat.


Untuk itu, berlaku jujurlah baik dalam ucapan ataupun tindakan. Betapapun pahitnya, yakinlah bahwa kejujuran akan lebih dihargai dan mendapat tempat di hati orang lain daripada kebohongan.


So, berlaku jujurlah. Berani Jujur, Hebat!



* Ruang Inspirasi, Rabu, 1 Maret 2023