Mendongeng merupakan sebuah kegiatan yang banyak manfaatnya, Bunda. Selain semakin mendekatkan hubungan orang tua dan anak, mendongeng juga mengajarkan anak akan nilai-nilai yang mendidik.
Memiliki waktu rutin membacakan dongeng untuk anak juga membuat mereka belajar disiplin dengan waktu karena memiliki rutinitas. Bunda bisa menyiapkan waktu rutin mendongeng untuk Si Kecil sesaat sebelum tidur. Si Kecil pasti akan menantikannya setiap hari Bunda.
"Mendongeng tidak hanya memberi Anda waktu bersama anak Anda, tetapi juga mengajarkan mereka pelajaran berharga," kata Caroline Hexdall psikolog keluarga dan penggiat mindful parenting yang berbasis di Amerika Serikat dikutip dari laman Mom Junction, beberapa waktu lalu.
Dongeng anak yang mendidik
Nah, Bunda sudah siap membacakan dongeng untuk Si Kecil? Berikut sepuluh rekomendasi dongeng mendidik yang bisa Bunda bacakan untuk Si Kecil dirangkum dari buku dongeng karangan Syaff Banta, Klara Valerie, Cerviena Susilo, dan Tino Chan. Selamat menghabiskan waktu berharga bersama Si Kecil ya Bunda.
1. Kancil dan Buaya
Suatu hari, ada seekor kancil yang sedang berjalan-jalan di dalam hutan untuk mencari makanan. Karena makanan di sekitar kediamannya telah berkurang, Sang Kancil pun pergi untuk mencari di luar kawasannya.
Di tengah jalan, ia harus menyeberang sungai yang dihuni banyak sekali buaya besar yang sangat lapar. Kancil pun berpikir sejenak, lalu ia mendekat ke tepi sungai.
"Hai buaya, apakah kau sudah makan siang?" tanya kancil dengan suara yang dikeraskan.
Tak lama kemudian, munculah seekor buaya dari permukaan air, "Siapa yang berteriak siang-siang begini? Mengganggu tidur saja."
"Hai kancil, diam kau! Kalau tidak, aku makan nanti kamu," timpal buaya yang lain.
"Aku datang ke sini untuk menyampaikan pesan dari raja hutan, jadi janganlah kau makan aku dulu," jawab kancil.
"Ada apa sebenarnya kancil, ayo cepat katakan," kata buaya.
"Baiklah. Raja hutan memintaku untuk menghitung jumlah buaya yang ada di sini. Raja hutan hendak memberikan hadiah untuk kalian," ujar kancil.
"Jadi sekarang, panggil semua temanmu," lanjutnya.
Mendengar hal itu, buaya sangat senang dan langsung memanggil semua kawannya untuk berbaris berjajar di permukaan sungai. Namun, mereka semua ternyata hanya diperdaya oleh si kancil.
Si Kancil melompati punggung demi punggung buaya sambil berhitung. Dengan cerdik, si kancil langsung pergi setelah menghitung buaya terakhir di ujung sungai. Akhirnya kancil berhasil menyeberang sungai dan lolos dari cengkraman buaya yang lapar.
Pesan moral: Kisah kancil dan buaya mengajarkan bahwa kecerdikan dapat mengalahkan kekuatan, meskipun berada di situasi sesulit apapun. Namun, berbohong juga tidak patut dibenarkan ya, Bunda.
2. Burung Bangau yang Angkuh
Seekor bangau berjalan dengan langkah yang anggun di sepanjang sebuah sungai kecil, matanya menatap air sungai yang jernih, leher dan paruhnya yang panjang siap untuk menangkap mangsa di air sebagai sarapan paginya.
Saat itu, sungai dipenuhi dengan ikan-ikan yang berenang, tetapi sang Bangau merasa sedikit angkuh di pagi hari itu.
"Saya tak mau makan ikan-ikan yang kecil," katanya kepada diri sendiri. "Ikan yang kecil tidak pantas dimakan oleh bangau yang anggun seperti saya."
Sekarang, seekor ikan yang sedikit lebih besar dari ikan lain, lewat di dekatnya.
"Tidak," kata sang Bangau. "Saya tidak akan merepotkan diri saya untuk membuka paruh dan memakan ikan sebesar itu!"
Saat matahari mulai meninggi, ikan-ikan yang berada pada air yang dangkal dekat pinggiran sungai, akhirnya berenang pindah ke tengah sungai yang lebih dalam dan dingin. Sang Bangau yang tidak melihat ikan lagi, terpaksa harus puas dengan memakan siput kecil di pinggiran sungai.
Pesan moral: Cerita ini mengajarkan anak untuk tidak bersikap angkuh, Bunda. Karena sifat ini hanya akan merugikan, baik orang lain maupun pada diri sendiri.
3. Malin Kundang
Pada dahulu kala, hiduplah seorang perempuan miskin bersama anak tunggalnya, bernama Malin Kundang. Sehari-hari perempuan itu bekerja sebagai nelayan. Namun, penghasilannya tidak bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga mereka hidup berkekurangan.
Saat Malin Kundang beranjak dewasa, dia memutuskan untuk merantau ke kota untuk mengadu nasib di sana. Meskipun berat hati, ibunya pun mengizinkan Malin untuk merantau.
Beberapa tahun kemudian, Malin berhasil mengubah nasibnya. Dia telah menjadi saudagar yang kaya raya serta juga mempersunting seorang perempuan bangsawan yang sangat cantik.
Suatu hari Malin ingin melihat keadaan desanya yang sudah lama ditinggali selama bertahun-tahun. Dia datang membawa banyak uang untuk dibagi-bagikan kepada para penduduk.
Penduduk di desanya sangat senang. Di antara mereka ada yang mengenali Malin, yakni tetangganya sendiri. Orang itu pun segera pergi serta hendak memberikan kabar gembira tersebut kepada ibu Malin.
"Ibu, apakah kau sudah tahu, anakmu Malin sekarang telah menjadi orang kaya," seru tetangga itu.
"Dari mana kau tahu itu? Selama ini aku tak pernah mendapat kabar darinya," ucap ibu Malin, terkejut.
"Sekarang pergilah ke dermaga. Anakmu Malin ada di sana. Dia terlihat sangat tampan, dan istrinya juga sangat rupawan," ucap tetangganya.
Ibu Malin tak percaya. Matanya berkaca-kaca. Sungguh, ia sangat merindukan anaknya selama beberapa tahun ini. Maka ia pun segera berlari menuju dermaga. Benar saja, di sana terlihat Malin dengan istrinya yang sangat rupawan.
"Malin, anakku, mengapa kau pergi begitu lama tanpa mengirimkan kabar?" katanya sambil memeluk Malin Kundang.
Malin yang merasa malu mengakui ibunya yang berpakaian lusuh tersebut bergegas melepaskan pelukan ibunya.
"Apa benar orang tua ini adalah ibumu?" tanya istri Malin, bingung.
"Dia bukan ibuku, dia pengemis yang mengaku-ngaku sebagai ibuku," jawab Malin.
Mendengar hal itu, ibunya sangat sakit hati atas perbuatan Malin, hingga akhirnya ibu Malin mengutuknya menjadi sebuah batu. Yang mana batu tersebut sekarang terkenal menjadi sebuah cerita rakyat Malin Kundang.
Pesan moral: Dari kisah Malin Kundang ini, mengajari anak untuk senantiasa menghormati dan berbakti kepada orang tua.
4. Aji Saka
Pada dahulu kala, ada sebuah kerajaan bernama Medang Kamulan yang diperintah oleh raja bernama Prabu Dewata Cangkar yang buas dan suka memakan manusia.
Setiap hari sang raja memakan seorang manusia yang dibawa oleh Patih Jugul Muda. Sebagian kecil dari rakyat yang resah dan ketakutan mengungsi secara diam-diam ke daerah lain.
Di dusun Medang Kawit hidup lah pemuda yang bernama Aji Saka yang sakti, rajin, dan baik hati. Suatu hari, Aji Saka berhasil menolong seorang bapak tua yang sedang dipukuli oleh dua orang penyamun. Bapak tua yang akhirnya dijadikan ayah angkat oleh Aji Saka itu ternyata pengungsi dari Medang Kamulan.
Mendengar cerita kebiasaan Prabu Dewata Cangkar, Aji Saka berniat menolong rakyat Medang Kamulan.
Singkat cerita, Aji Saka tiba di Medang Kamulan yang sepi. Sementara di Istana Prabu Dewata Cangkar sedang murka karena Patih Jugul Muda tidak membawa korban untuk sang prabu.
Dengan berani, Aji Saka menghadap Prabu Dewata Cangkar dan menyerahkan diri untuk disantap oleh sang Prabu dengan imbalan Tanah seluas serban yang digunakannya.
Saat mereka sedang mengukur tanah sesuai permintaan Aji Saka, serban terus memanjang sehingga luasnya melebihi luas kerajaan Prabu Dewata Cangkar. Prabu marah setelah mengetahui niat Aji Saka sesungguhnya. Namun, dengan sigap Aji Saka melilit kuat tubuh sang prabu yang kemudian dilempar ke laut hingga hilang ditelan ombak.
Aji Saka kemudian dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan serta memboyong ayahnya ke Istana. Berkat pemerintahannya yang adil dan bijaksana, Aji Saka mengantarkan kerajaan ke zaman keemasan.
Pesan moral: Cerita ini mengajarkan untuk menjalankan amanah hendaklah dilakukan dengan sebaik-baiknya. Sebab, orang yang memegang dan menjalankan amanah dengan baik akan mendapatkan kehormatan di kemudian hari.
5. Angsa dan Telur Emas
Suatu hari, seorang petani membawa seekor angsa pulang ke rumahnya. Esoknya, angsa itu mengeluarkan telur emas.
"Angsa ajaib," kata petani. la segera membawa telur emas itu ke pedagang emas di pasar untuk mengetahui apakah telur tersebut benar-benar emas.
"Ini emas murni," kata pedagang emas. Pedagang tersebut membelinya dengan uang yang banyak. Sejak saat itu, angsa setiap hari mengeluarkan telur emas. Kini, petani telah memiliki selusin telur emas. Namun, petani itu masih belum puas.
"Aku akan kaya raya. Tapi, aku ingin angsa mengeluarkan lebih banyak telur emas setiap hari agar aku cepat kaya," kata petani.
Setelah angsa mengeluarkan telur emas yang banyak dalam sehari, petani masih belum puas juga.
"Angsa itu mengeluarkan banyak telur emas. Aku tidak akan menunggu besok. Aku ingin cepat kaya. Aku akan menyembelih angsa itu dan mengambil seluruh emas dalam tubuhnya," pikir petani.
Petani itu akhirnya menyembelih angsa, namun betapa kagetnya dia. Alih-alih menemukan banyak telur emas, justru dia tidak menemukan satupun di dalam tubuh angsa.
Kini, petani hanya bisa menyesal. Karena serakah, dia telah menyembelih angsa. Andai saja tidak menyembelih angsa itu, pasti masih bisa mendapatkan telur emas. Itulah akibat dari keserakahan.
Pesan moral: Cerita ini mengajari anak untuk tidak menjadi orang yang serakah, Bunda. Untuk meraih kesuksesan, diperlukan kerja keras dan kesabaran. Orang yang serakah dan tidak sabar hanya akan mendapat kerugian.
Simak dongeng anak yang mendidik lain di halaman berikutnya ya, Bunda.
6. Beruang dan Lebah
Suatu hari, seekor beruang tengah menjelajahi hutan untuk mencari buah-buahan. Di tengah pencarian, ia menemukan pohon tumbang di mana terdapat sarang tempat lebah menyimpan madu.
Beruang itu mulai mengendus-endus dengan hati-hati di sekitar pohon tumbang tersebut untuk mencari tahu apakah lebah-lebah sedang berada dalam sarang tersebut.
Tepat pada saat itu, sekumpulan kecil lebah terbang pulang dengan membawa banyak madu. Lebah-lebah yang pulang tersebut, tahu akan maksud sang Beruang dan mulai terbang mendekati sang Beruang, menyengatnya dengan tajam lalu lari bersembunyi ke dalam lubang batang pohon.
Seketika Beruang tersebut menjadi sangat marah, loncat ke atas batang yang tumbang tersebut dan dengan cakarnya menghancurkan sarang lebah. Tetapi hal ini malah membuat seluruh kawanan lebah yg berada dalam sarang, keluar dan menyerang sang Beruang.
Beruang yang malang itu akhirnya lari terbirit-birit dan hanya dapat menyelamatkan dirinya dengan cara menyelam ke dalam air sungai.
Pesan moral: Hal yang dapat dipelajari dari kisah beruang dan lebah ini adalah lebih bijaksana untuk menahan diri daripada menambah masalah akibat melampiaskan emosi.
7. Gagak dan Sepotong Daging
Pagi ini sangat cerah. Rubah sedang berjalan-jalan menikmati udara yang segar. Tiba-tiba ia mengendus bau yang sangat lezat. Rupanya itu adalah bau daging yang dibawa Gagak.
“Aku akan mengejar gagak itu. Tapi bagaimana cara merebut daging yang ia bawa?” gumam Rubah. Gagak berada di salah satu ranting pohon. Ia berdiri dengan sombongnya. Rubah ingin naik ke pohon itu. Tapi jika Gagak tahu, pasti Gagak akan langsung terbang menghindarinya.
“Gagak kan burung yang sombong. Aku akan memujinya agar dia berbicara, sehingga kemudian daging di paruhnya terjatuh,” pikir Rubah.
“Hai gagak yang cantik. Maukah kau menjadi temanku?” sapa Rubah.
Tapi gagak diam saja. Ia hanya melenggak-lenggokkan tubuhnya. Ia juga melebarkan sayapnya.
“Kau memiliki mata yang sangat indah dan bulu yang istimewa,” ucap Rubah.
Gagak menjadi semakin bangga. Ia memalingkan wajahnya dari Rubah. Gagak masih tak mau berbicara kepada Rubah.
“Kakimu juga sungguh indah. Aku sangat ingin melihat kaki indahmu dari dekat,” ujar Rubah.
Tetapi lagi-lagi Gagak tak memedulikannya. Gagak tetap berlenggak-lenggok di atas dahan pohon.
“Aku sudah memujinya, tetapi ia tetap tak mau bicara. Kali ini aku akan menghinanya,” pikir Rubah.
“Hei gagak yang sombong. Kau memang memiliki mata dan kaki yang indah. Kau pantas menjadi ratu burung. Tetapi sayang kau bisu dan tak bisa bicara,” seru Rubah.
Mendengar hal itu, Gagak langsung marah. Ia langsung bersuara keras. “Kaaak! Kaaak!” seru Gagak. Daging yang berada di paruh Gagak otomatis jatuh. Dan… hap! Rubah dengan sigap menangkap daging itu.
“Terima kasih Gagak, kau telah memberikan daging yang lezat ini untukku,” ujar Rubah.
Rubah segera berlari meninggalkan Gagak. Gagak mencoba mengejarnya, tetapi tak berhasil. Gagak menyesal telah terpengaruh ucapan Rubah hingga ia menjatuhkan daging itu untuk Rubah.
“Ah, ini karena kebodohanku,” sesal Gagak. Gagak lalu pulang tanpa membawa sedikit pun daging. Ia menyesal karena sering berlaku sombong selama ini.
Pesan moral: Dongeng ini adalah jangan dengarkan orang yang berkata buruk tentang kita. Tetaplah menjadi anak yang baik.
8. Cerita dongeng pendek yang mendidik: Lebah di dalam Rumah
Ada seorang anak bernama Guy. Ia suka sekali dengan hal-hal yang baru. Suatu hari, ia menemukan lebah yang terbang di dalam kamarnya. Lebah itu terlihat sangat besar. Warnanya kuning dan hitam. Guy segera menutup jendela kamarnya.
“Aku ingin berteman denganmu, lebah,” ujar Guy.
Lebah itu terus saja terbang. Ia mencari-cari jalan keluar dari kamar itu. Ia melesat ke arah jendela kamar yang terbuat dari kaca. Lebah itu berkali-kali terpental. Hal itu membuat Guy tertawa terpingkal-pingkal.
“Kau lucu sekali, lebah,” ujar Guy.
Lebah itu terus saja terbang. Ia melihat ke luar kamar Guy. Di sana ada kebun bunga yang indah. Lebah ingin sekali keluar dari kamar itu. Namun, Guy ingin bermain-main dengannya. Guy mengejar lebah itu di dalam kamarnya. Ia ingin sekali memegang lebah yang lucu itu.
Hap! Ia menangkap lebah itu. Tapi … tangannya disengat oleh sang lebah.
“Ibu, tanganku sakit sekali,” teriak Guy. Ibunya yang sedang memasak langsung berlari ke kamar Guy.
“Kau kenapa?” tanya ibunya. “Lebah itu menyengatku,” isak Guy. Ibunya langsung mengobati tangan Guy. Guy terus saja menangis.
“Ibu sudah sering bilang, lebah itu menyengat. Meskipun dia binatang kecil, kau harus selalu berhati-hati dengannya,” ucap Ibu Guy.
“Iya, Bu. Aku akan lebih berhati-hati lagi,” ujar Guy.
Usai diobati, Guy langsung membuka jendela kamar. Lebah pun keluar dengan riangnya. Guy terus saja memandanginya. Sejak saat itu, Guy menjadi anak yang penurut. Ia tak pernah lagi melanggar apa kata ibunya. Apa pun perkataan sang ibu, ia selalu mendengarkan dan mematuhinya.
Pesan moral: Cerita ini mengajarkan untuk dengarlah selalu nasihat orang tua agar terhindari dari hal yang buruk.
9. Timun Mas
Timun Mas atau Timun Emas adalah cerita rakyat Jawa Tengah yang berkisah tentang seorang gadis cantik terlahir dari buah timun berwarna emas.
Buah timun tersebut ditanam oleh Mbok Srini, janda tua yang mendapatkan petunjuk dari raksasa di dalam mimpinya untuk menanam timun tersebut. Sang raksasa menyuruh Mbok Srini untuk menanam biji timun yang akan melahirkan seorang anak gadis.
Namun apabila lahir dan tumbuh besar, sang raksasa akan kembali dan memintanya sebagai santapan. Dengan usaha keras, Timun Mas akhirnya bisa selamat dari raksasa yang ingin menyantapnya.
Pesan moral: Percaya bahwa hidup akan berakhir indah jika dilalui dengan usaha serta kerja keras dalam menghadapi setiap rintangan yang ada Bunda.
10. Bawang Merah Bawang Putih
Bawang Merah Bawang Putih adalah cerita rakyat asal Riau yang bercerita tentang kisah kakak beradik tidak sedarah dengan sifat yang sangat bertolak belakang.
Bawang Merah memiliki sifat yang negatif, seperti malas, sombong, dan dengki. Sedangkan Bawang Putih sebaliknya, ia rendah hati, tekun, rajin, dan jujur.
Bawang Putih hidup dengan ibu tiri yang sifatnya tak jauh berbeda dengan Bawang Merah. Mereka menyiksa dan berbuat tidak baik pada bawang putih. Tapi bawang putih selalu bersikap baik.
Pesan moral: Kisah ini mengajarkan untuk selalu berbuat baik, meskipun orang lain berbuat jahat, sebab kebaikan tidak ada yang pernah sia-sia.
Tidak ada komentar
Posting Komentar